Untuk bisa sukses dalam dalam berwirausaha, harus berani memulai dan berani gagal.
KESERIUSAN
seseorang dalam merintis
bisnis dan berinovasi akan meningkatkan produktivitas. Dengan demikian, usaha
yang awalnya kecil akan bisa berkembang menjadi besar. Seperti usaha yang
dirintis Trisno Suwito (61), bapak tiga anak yang merintis usaha baksonya sejak tahun
1980.
Awalnya, Trisno berjualan bakso dengan cara
berkeliling, terutama
di daerah Lamper dan Sompok Semarang.
Teriknya matahari tidak menyurutkan semangatnya. Meski memikul gerobak, ia tak kenal lelah
menjajakan bakso agar pembeli makin akrab dengan racikannya.
Setelah dua tahun
berdagang keliling,Trisno memutuskan untuk membeli gerobak yang lebih mudah dioperasikan.
Tak lama menjual dagangan baksonya dengan gerobak keliling, akhirnya mulai menjual
dagangannya secara mangkal di Jl.
Sompok Baru No. 63 Semarang,
tepatnya di selatan dokter
anak. Kendati begitu, tempat jualannya tergolong sederhana, masih beratapkan
terpal dan bocor pada saat musim hujan. Namun
usahanya semakin hari semakin ramai dikunjungi
pelanggan. Tentunya
itu membuat omset pendapatan Trisno bertambah. Dari omset inilah Trisno
mengumpulkan sedikit demi sedikit uang
untuk membangun tempat semi-permanen.
Karena ketekunan dan
ketelatenannya, usaha yang dirintisnya mulai dari nol kini kian membuahkan
hasil. Trisno sudah tidak perlu lagi capai-capai berkeliling dan
memikul dagangan baksonya. "Bakso
Do'a Ibu " itulah nama usaha baksonya.
Saat ini usaha yang dirintis Trisno sudah mempunyai 3
cabang, dengan 15 karyawan di kios pusatnya dan 7 karyawan di
cabang-cabangnya. Belum lama ini Bakso
Do'a Ibu yang terkenal dengan nama bakso Do'i pindah ke ruko yang tidak jauh
dari tempat lamanya.
Bakso dengan daging
sapi pilihan membuat siapa saja yang mencoba kuliner Bakso Do'i dijamin pasti
balik lagi. Bakso dengan campuran mie putih dan mie kuning ditambah beberapa
potongan jeroan ini sangat digemari para pelanggan. Khususnya para pecinta
bakso. Walau pindah di Jl. Sompok baru No.57 Semarang usaha yang dikelola Trisno tetap ramai dan tidak
pernah sepi. Mulai pukul11.00
siang saat buka pertama hingga tutup pukul 22.00 WIB, pengunjung tidak pernah
berhenti mengalir.
Puluhan bangku plastik
terkadang tidak cukup untuk menampung penikmat Bakso Do'i. Jika sudah begitu,
para pelanggan yang tidak kebagian tempat duduk memilih untuk dibungkuskan baksonya guna
dibawa pulang.
Ternyata, sukses
mengelola warung Bakso Do'i tidaklah secepat membalik tangan. Banyak lika-liku
yang harus dilalui Trisno saat itu, entah tenda yang bocor atau harus diusir
petugas Satpol PP, atau karena suatu hal pada tahun 1989 sebelum pada akhirnya
Bakso Do'i menetap.
Hasil jualan bakso
tidaklah bisa dipandang sebelah mata.
Pada hari-hari biasa warung ini bisa menjual bakso lebih dari 1.000 mangkok. Ini belum
termasuk ketika malam minggu atau hari-hari raya seperti Hari Raya Lebaran ,
itu bisa lebih. Menurut Trisno dalam
waktu sehari dapat menghabiskan 65-75 kg daging sapi pilihan. Pada malam
minggu, bisa menghabiskan daging pilihan 75-80 kg. Bahkan, saat lebaran dapat menghabiskan 2-3 kuintal
daging.
"Pas Lebaran kadang ada yang sampai
pulang karena tidak
terlayani, atau ngomel-ngomel karena pelayanannya lama sekali. Ya mau gimana lagi, semua pelanggan minta
didahulukan. " terang Trisno.
Penghasilan kotor usahanya sekitar
delapan belas juta perharinya. Untuk menggaji karyawan dan untuk belanja yang
akan dijual di kemudian
hari Trisno biasanya mendapat sisa sekitar lima jutaan.
Untuk daging, biasanya
Trisno mengambil di RPH (Rumah Penggilingan Harian ) kabluk dengan harga
95.000/kg. Jenisnya khusus yaitu daging sapi bagian paha. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kualitas rasa agar tetap sedap saat diolah. Untuk jeroan biasanya
membeli 10 kg.
Usaha yang dirintis
Trisno ini juga pernah drop saat diterjang isu bakso tikus. Waktu itu warung yang
dikelola Trisno hanya menghabiskan daging
10 kg
perharinya. Karena memang tidak mengandung daging tikus, isu itu
berangsur-angsur menghilang dan
akhirnya pelanggan pada kembali.
"Bakso di sini murni daging
sapi, dan tidak ada campuran borak atau apapun. Racikan baksonya juga sama
seperti bakso-bakso pada umumnya. Saya
jamin itu. " jelas Trisno.
Tidak sedikit orang
dari luar kota Semarang yang sengaja datang hanya untuk mencicipi Bakso Do'i.
Bakso Do'i sendiri sering mendapat pesanan mulai dari acara kecil- kecilan
sampai acara besar.
"Saya sering mendapat pesanan, seperti
PT.Kubota, Djarum, Gedung
Gubernur dan yang paling sering acara arisan, hajatan bahkan acara
rapat-rapat." terang Trisno. (Sonya
Relistiasari)






