Jumat, 03 Agustus 2018

Grandong yang Satu ini Memang Superhero




Pernahkah kalian mendengar tentang superhero ???
Apa yang pertama kali kalian pikirkan jika mendengar tentang superhero ???
Yaaa, pasti kalian langsung berpikir mengenai sosok pahlawan yang memiliki kekuatan super yang mampu mengalahkan penjahat.
Tentunya superhero yang kalian bayangkan tersebut merupakan superhero yang hanya ada di cerita fiksi dan komik saja. Tapi apakah ada sosok superhero lain yang benar-benar ada di kehidupan nyata saat ini ??
Yaaa, tentu saja ada. Namun superhero yang satu ini tidak memiliki kekuatan super. Jangan salah, kekuatan yang sesungguhnya tidak kalah dengan kekuatan super yang ada di cerita fiksi maupun komik.
            Mari cari tahu kekuatan apa yang di miliki oleh superhero yang satu ini !!
            Saat sang mentari yang sangat terik menyinari sawah di desa Nangsri Kabupaten Klaten,  seorang lelaki yang sudah tidak bisa lagi dikatakan muda dengan pakaian tidak berlengan lengkap dengan topi kesayangannya justru sedang bergelut dengan rutinitasnya menggarap sawah yang ditanami sayuran. Nampak wajah yang begitu menunjukkan keletihan, namun matanya menunjukkan rasa yakin saat menyemprotkan obat untuk tanamannya itu.
            Lelaki yang lahir 54 tahun silam itu orang memanggilnya dengan sebutan Grandong, walau di KTP aslinya ia bernama Ngadimin. Ia merupakan ayah dari satu orang anak hasil pernikahannya dengan wanita bernama Sulastri. Menurutnya ia telah bertani sejak usianya masih 15 tahun. Maklum saja ia tidak meneruskan pendidikannya karena faktor ekonomi. “Saya sejak dulu hidup bergantung pada sawah dan tanaman ini. Jika kadang gagal panen atau harga sayuran di pasar tidak stabil, saya juga menjadi buruh srabutan. Memang hal ini sangat membuat saya begitu kecapaian. Namun apa boleh buat, saya punya anak yang mempunyai harapan tinggi untuk keluarganya, ujarnya sambil melepas topi.
            Di pinggiran kota Klaten sendiri mayoritas penduduknya memang menggantungkan hidupnya dari hasil bertani. Berbagai jenis sayuran ada dan ditekuni oleh para petani di kota bersinar ini. Hal tersebut sangat berpeluang untuk bisa menjadi lapangan kerja bagi penduduk yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Banyaknya para petani sayuran di kota ini menjadikan harga sayuran menurun. Hal ini terlihat di berbagai pasar yang tidak mau menerima suplai dari petani.
Menurut Grandong, biasanya masa panen untuk sayur jenis mentimun tidak terlalu lama, hanya butuh waktu 35 hari dari penanaman bibit hingga masa panen. Kalau harga di pasar lagi bagus, biasanya bisa menghasilkan keuntungan sampai Rp 5 juta per panen. Namun jika harga sedang anjlok kerugian juga bisa mencapai Rp 5 juta perbulan. “Seperti bulan lalu harga sayuran mentimun agak goyah, namun bagaimanapun hasilnya tetap harus saya syukuri, yaaa alhamdulilah biaya SPP kuliah anak saya masih bisa terbayar semester ini”. ujarnya sambil mengelap keringat.
            Dengan hasil yang tidak menentu tersebut tentu saja Grandong harus bisa memutar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Istrinya dirumah hanya sebagai buruh jahit sarung tangan, tentu saja penghasilannya tidak cukup untuk hidup mewah. Untung saja anak satu-satunya yang sedang menempuh pendidikan gelar sarjana tersebut tidak malu membantu pekerjaan sang ayah maupun sang ibu.
            Hidup di desa memanglah harus selalu mempunyai rasa toleransi tinggi, harus selalu bisa dimintai tolong jika orang lain membutuhkan. Itulah yang selalu ada dalam benak grandong, walaupun ia seorang petani biasa dan harus mempunyai tanggung jawab untuk meluluskan anaknya menjadi sarjana, namun ia tidak pernah lupa sama yang namanya berbagi. Jika sudah waktunya panen, Grandong selalu membagikan hasil sayurannnya untuk tetangga sekitar. Memanglah hal tersebut terlihat biasa saja, tetapi jika dibandingkan dengan ekonominya pak Grandong sendiri tenju saja kita sebagai pembaca akan memberikan nilai lebih. “Saya memang kalau ada hasil panen selalu membagi hasil panen saya ke tetangga mas. Itu menjadi saya semangat jika saya bisa berbagi,ujarnya.
            Agama merupakan tiang kehidupan, tanpa agama tentu saja manusia akan menjadi manusia yang hidup tanpa aturan dan manusia yang tidak menahu apa yang harus ditakuti. Itulah yang selalu muncul dalam pemikiran Grandong. Ia dalam soal beribadah tidak bisa di bilang remeh. Saat waktu sholat tiba ia tidak pernah lupa kewajibannya sebagai umat Islam yang senantiasa menjalankan perintah agama. Masyarakat sekitar sudah hafal jika waktu sholat tiba Grandong akan selalu datang paling pertama di masjid untuk mengumandangkan azan. Jika di bandingkan dengan zaman Rasullah ia seperti sahabat yang bernama Sya’ban, hehe. Apapun kesibukan yang sedang ia lakukan, Grandong selalu menghentikan waktunya untuk beribadah. “Ya namanya juga hidup mas, kita harus selalu ingat dengan siapa kita diberi kehidupan, percuma mas kalau kita hidup tapi tidak mau menyembah siapa yang mau memberi kehidupan”. Katanya dengan raut wajah sumeh.
            Penduduk sekitar mengenal Grandong sebagai orang tua yang bisa dijadikan panutan. Bukan hanya anak remaja yang menghormatinya, namun orang tua lainnya pun juga sangat suka dengan kepribadiannya. “Ya saya sangat akrab dengan Grandong, dia adalah seorang ayah yang selalu bekerja keras untuk keluarganya, bahkan belum lama ini saya dibuat cengang oleh Grandong karena ia berhasil membelikan mobil baru untuk anak dan istrinya. Pokoknya Grandong itu sangat dihargai di desa mas,ujar pardi, petani teman grandong.
            Di era sekarang ini memang banyak persaingan dalam hal pertanian sangatlah ketat. Hal ini dikarenakan adanya fakor dari hasil pertanian  daerah lain, ditambah lagi pasokan impor dari Negara lain yang marak terjadi. Jika masalah ini benar-benar dirasakan para petani di desa pinggiran Klaten mereka tidak segan-segan untuk melakukan demo mogok bertananam. Namun hal demikian tidak pernah dilakukan oleh Grandong mengingat hasil bertani adalah satu-satunya nyawa bagi keluarganya, karena bekerja srabutan sangatlah bergantung pada orang lain. Bagi saya keluarga adalah hal paling berharga, terlebih lagi anak saya dua, yang satu membutuhkan biaya besar untuk kuliahnya, “yo rapopo mas dilakoni wae, rejeki uwes diatur Gusti Allah kok rasah di gawe mumet, sek penting ojo leli ngibadah,ujarnya dengan bahasa Jawa ngoko.
            Harapan Grandong, jika ada kebijakan dari pemeritah mengenai hasil tani lokal, ia sangat menginginkan hasil tani lokal diprioritaskan. Bukan seperti yang terjadi saat ini, di mana impor hasil tani dari negara lain seperti Kamboja, Vietnam dan India masih menjadi lirikan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan di Indonesia. Menurutnya, hasil pertanian di Indonesia sudah bagus dan malah aman untuk dikonsumsi karena tidak memakai obat yang berbahaya.(Andan Sidik Sadewo)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuli Suswanti , Pendidik sekaligus Pebisnis Ulet

“Terus berusaha dan berdoa serta pintar membagi waktu” ITULAH prinsip yang dipegang teguh oleh Yuli Suswanti, seorang perem...