Minggu, 05 Agustus 2018

Yuli Suswanti , Pendidik sekaligus Pebisnis Ulet






“Terus berusaha dan berdoa serta pintar membagi waktu”
ITULAH prinsip yang dipegang teguh oleh Yuli Suswanti, seorang perempuan yang dilahirkan di Banjarnegara Jawa Tengah pada 3 juli 1979. Ia sudah berprofesi sebagai seorang guru Ilmu Pengetahuan Sosial  selama hampir 14 tahun dan bergelut di dunia bisnis selama 10 tahun.
Lulusan Universitas Negeri Semarang tahun 2004 ini memulai kariernya sebagai guru mata pelajaran Bahasa Jawa dan Ekonomi  pada tahun 2004 di SMP Cokroaminoto 1 Pagedongan. Kemudian tahun 2010 ia hanya mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Pada tahun 2010, Yuli menjabat sebagai wakil kepala sekolah, dan akhirnya secara resmi ditunjuk sebagai kepala sekolah pada tahun 2016 sampai sekarang.
Menjabat sebagai guru dan kepala sekolah tentunya tidaklah mudah. Selain berkewajiban mengajar dan mendidik  siswa, ia juga harus mengelola sekolah tempatnya mengajar, menghadiri rapat dan lain-lain.
Setiap pagi, Yuli mengendarai sepeda motornya menuju sekolah tempatnya mengajar yang cukup jauh. Butuh waktu sekitar 45 menit untuk sampai. Ia  merasa bangga melihat anak-anak didiknya antusias belajar dan menimba ilmu di sekolah yang bertempat di pedesaan ini.
Di sela-sela kesibukannya dengan tidak melalaikan hak dan kewajibannya sebagai guru dan kepala sekolah, perempuan yang memiliki satu orang anak laki-laki berumur 5 tahun  ini menyempatkan diri bergelut dengan bisnis berjualan yang dilakoninya selama 10 tahun. Bisnis pertamanya dimulai dari tahun 2008 dengan berjualan gula jawa. Kemudian mulai berjualan hasil bumi dari desa, antara lain alpukat, pisang, durian, kunyit, dan jahe. Hasil dari pedesan itu dibawa pulang setelah mengajar untuk dijual di kota tempat tinggalnya.
Selain itu, sebaliknyaYuli juga menerima pesanan dari warga desa sekitar tempatnya mengajar dengan kebutuhan yang dibeli di kota, antara lain pakaian, barang elektronik, gerabah, dan lain-lain. Bisnis yang dilakoninya selama bertahun-tahun semakin berkembang, bahkan baru-baru ini ia mampu  membuka toko yang dikelola bersama dengan keluarganya.  Toko ini menjual berbagai macam kebutuhan rumah tangga,sembako, hasil bumi, alat tulis,alat elektronik dan pakaian.
Sepulang mengajar dan menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan kewajibannya sebagai guru dan kepala sekolah,Yuli bergiliran dengan ibunya menjaga warung sambil menjaga anak satu-satunya. Suaminya tinggal di lain kota, sehingga tidak memungkinkan untuk bertemu dengannya setiap hari. Ia juga masih harus memastikan tidak kekurangan bahan dagangan dan mengantar pesanan pelanggan.
Tidak hanya menawarkan dagangannya secara  langsung kepada pelanggannya yang mayoritas adalah tetangga, teman kerja, dan masyarakat sekitar, ia juga memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk menawarkan dagangan.
Di akhir pekan atau hari-hari libur, Yuli memanfaatkannya untuk fokus dengan bisnisnya dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Ia akan membeli kebutuhan dagangnya di pagi hari, menjaga warung, menawarkan dagangannya di media sosial dan mengantar pesanan pelanggan lebih awal sehingga ia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya.
Kemampuan Yuli dalam membagi waktu dan keuletannya dalam kesehariannya menjadikannya pribadi yang produktif serta dikenal banyak orang. Waktu yang ada digunakan seefektif mungkin dengan diisi hal-hal bermanfaat, ia juga tidak suka membuang-buang waktu dengan hal-hal yang sia-sia.(Nuzuliana Ramdhani Rahmawati)

Impian Besar Seorang Pedagang Sayur




Nasib seseorang memang tidak ada yang bisa menebak. Selama seseorang terus berusaha mencari rezeki, Tuhan pasti akan memberikan apa yang mereka harapkan.
Berbekal kesabaran dan ketelatenan itulah kehidupan yang harus dijalani perempuan paru baya. Setiap hari wanita paruh baya bernama Tati ini harus bertemu dengan tukang tengkulak untuk membeli sayur-sayuran yang akan dibawakan ke pasar Beringharjo untuk dijual. Mulai pukul 03.00 Subuh ditemani tikar reot wanit  itu bergegas berangkat meninggalkan rumah sederhana menuju pasar Beringharjo untuk berdagang sayur-sayuran.
Sudah 15 tahun ini ia menggeluti pekerjaan sebagai pedagang sayur dengan menggelarkan plastik dan menjejer sayur-sayurannya. Justru, dalam posisi itulah pembeli lebih tertarik untuk datang. Sebelum berdagang sayur, Tati merupakan ibu rumah tangga.
Tati harus bekerja keras untuk membiayai sekolah anaknya yang sebentar lagi akan melanjutkan keperguruan tinggi. Terkadang Tati ia merasa lelah dalam berdagang sayur, tetapi inilah yang harus dijalani untuk meringankan kebutuhan sehari-hari.
 Selain berdagang sayur, Tati tidak mempunyai pekerjaan lain. Ia hanya berdagang sayur untuk membantu keringanan perekonomian keluarga dan menjadi ibu rumah tangga untuk anak-anaknya. Keuntungannya setiap harinya tidak menentu, kadang untung, kadang rugi.
Dalam sehari berdagang, ia hanya mendapatkan keuntungan Rp 100.000 Rp 150.000. Rata-rata penghasilan sebulan kurang lebih Rp 2 juta. Meski demikian pernah juga dagangannya tidak laku terjual dan busuk. Walau begitu Tati  yakin dengan pendapatan seperti itu bisa untuk membiaya anaknya melanjutkan ke perguruan tinggi.
Keluhan Tati dalam berdagang sayur di pasar ialah pasar saat ini tidak seramai dulu lagi karena lebih banyak masyarakat yang lebih memilih membeli sayuran di supermarket. Kebanyakan pasar saat ini terkalahkan dengan mall-mall yang ada di kota.Ppembeli datang hanya beberapa orang saja, itupun hanya pelanggannya yang sering berbelanja. Di situ jika tidak ada pelanggan yang berbelanja dagangan pun tidak laku terjual dan keuntungan yang diperoleh sekitar  Rp 20.000/hari, terlebih lagi saat ini harga cabe tidak stabil dan terus berubah dalam beberapa hari.
Selama menggeluti pekerjaan sebagai pedagang sayur Tati mengaku banyak menguras kesabaran dalam menghadapi pembeli yang sering menawar harga sayuran yang tidak sesuai dengan harga jual. Meski begitu tetap saja ia menghargai dan melayani pembeli dengan ramah.
Tati pulang dari berdagang sayur sekitar pukul15.00 dan sesampainya di rumah tidak bisa langsung istirahat, ia harus memenuhi kewajiban sebagai ibu rumah tangga seperti memasak untuk anak-anak dan suaminya, membereskan rumah walaupun sudah lelah dalam mencari nafkah. Tati tetap bersabar dan ikhlas dalam menjalani kehidupan. Saat teringat cita-cita anaknya membuatnya menjadi bersemangat dalam berdagang sayur. Karena baginya kebahagiaan anaknya adalah kusuksesan baginya dan berharap agar anak-anaknya lah yang kelak akan mengangkat derajat  keluarga mereka. (Devita Apriani)

Jumat, 03 Agustus 2018

Grandong yang Satu ini Memang Superhero




Pernahkah kalian mendengar tentang superhero ???
Apa yang pertama kali kalian pikirkan jika mendengar tentang superhero ???
Yaaa, pasti kalian langsung berpikir mengenai sosok pahlawan yang memiliki kekuatan super yang mampu mengalahkan penjahat.
Tentunya superhero yang kalian bayangkan tersebut merupakan superhero yang hanya ada di cerita fiksi dan komik saja. Tapi apakah ada sosok superhero lain yang benar-benar ada di kehidupan nyata saat ini ??
Yaaa, tentu saja ada. Namun superhero yang satu ini tidak memiliki kekuatan super. Jangan salah, kekuatan yang sesungguhnya tidak kalah dengan kekuatan super yang ada di cerita fiksi maupun komik.
            Mari cari tahu kekuatan apa yang di miliki oleh superhero yang satu ini !!
            Saat sang mentari yang sangat terik menyinari sawah di desa Nangsri Kabupaten Klaten,  seorang lelaki yang sudah tidak bisa lagi dikatakan muda dengan pakaian tidak berlengan lengkap dengan topi kesayangannya justru sedang bergelut dengan rutinitasnya menggarap sawah yang ditanami sayuran. Nampak wajah yang begitu menunjukkan keletihan, namun matanya menunjukkan rasa yakin saat menyemprotkan obat untuk tanamannya itu.
            Lelaki yang lahir 54 tahun silam itu orang memanggilnya dengan sebutan Grandong, walau di KTP aslinya ia bernama Ngadimin. Ia merupakan ayah dari satu orang anak hasil pernikahannya dengan wanita bernama Sulastri. Menurutnya ia telah bertani sejak usianya masih 15 tahun. Maklum saja ia tidak meneruskan pendidikannya karena faktor ekonomi. “Saya sejak dulu hidup bergantung pada sawah dan tanaman ini. Jika kadang gagal panen atau harga sayuran di pasar tidak stabil, saya juga menjadi buruh srabutan. Memang hal ini sangat membuat saya begitu kecapaian. Namun apa boleh buat, saya punya anak yang mempunyai harapan tinggi untuk keluarganya, ujarnya sambil melepas topi.
            Di pinggiran kota Klaten sendiri mayoritas penduduknya memang menggantungkan hidupnya dari hasil bertani. Berbagai jenis sayuran ada dan ditekuni oleh para petani di kota bersinar ini. Hal tersebut sangat berpeluang untuk bisa menjadi lapangan kerja bagi penduduk yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Banyaknya para petani sayuran di kota ini menjadikan harga sayuran menurun. Hal ini terlihat di berbagai pasar yang tidak mau menerima suplai dari petani.
Menurut Grandong, biasanya masa panen untuk sayur jenis mentimun tidak terlalu lama, hanya butuh waktu 35 hari dari penanaman bibit hingga masa panen. Kalau harga di pasar lagi bagus, biasanya bisa menghasilkan keuntungan sampai Rp 5 juta per panen. Namun jika harga sedang anjlok kerugian juga bisa mencapai Rp 5 juta perbulan. “Seperti bulan lalu harga sayuran mentimun agak goyah, namun bagaimanapun hasilnya tetap harus saya syukuri, yaaa alhamdulilah biaya SPP kuliah anak saya masih bisa terbayar semester ini”. ujarnya sambil mengelap keringat.
            Dengan hasil yang tidak menentu tersebut tentu saja Grandong harus bisa memutar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Istrinya dirumah hanya sebagai buruh jahit sarung tangan, tentu saja penghasilannya tidak cukup untuk hidup mewah. Untung saja anak satu-satunya yang sedang menempuh pendidikan gelar sarjana tersebut tidak malu membantu pekerjaan sang ayah maupun sang ibu.
            Hidup di desa memanglah harus selalu mempunyai rasa toleransi tinggi, harus selalu bisa dimintai tolong jika orang lain membutuhkan. Itulah yang selalu ada dalam benak grandong, walaupun ia seorang petani biasa dan harus mempunyai tanggung jawab untuk meluluskan anaknya menjadi sarjana, namun ia tidak pernah lupa sama yang namanya berbagi. Jika sudah waktunya panen, Grandong selalu membagikan hasil sayurannnya untuk tetangga sekitar. Memanglah hal tersebut terlihat biasa saja, tetapi jika dibandingkan dengan ekonominya pak Grandong sendiri tenju saja kita sebagai pembaca akan memberikan nilai lebih. “Saya memang kalau ada hasil panen selalu membagi hasil panen saya ke tetangga mas. Itu menjadi saya semangat jika saya bisa berbagi,ujarnya.
            Agama merupakan tiang kehidupan, tanpa agama tentu saja manusia akan menjadi manusia yang hidup tanpa aturan dan manusia yang tidak menahu apa yang harus ditakuti. Itulah yang selalu muncul dalam pemikiran Grandong. Ia dalam soal beribadah tidak bisa di bilang remeh. Saat waktu sholat tiba ia tidak pernah lupa kewajibannya sebagai umat Islam yang senantiasa menjalankan perintah agama. Masyarakat sekitar sudah hafal jika waktu sholat tiba Grandong akan selalu datang paling pertama di masjid untuk mengumandangkan azan. Jika di bandingkan dengan zaman Rasullah ia seperti sahabat yang bernama Sya’ban, hehe. Apapun kesibukan yang sedang ia lakukan, Grandong selalu menghentikan waktunya untuk beribadah. “Ya namanya juga hidup mas, kita harus selalu ingat dengan siapa kita diberi kehidupan, percuma mas kalau kita hidup tapi tidak mau menyembah siapa yang mau memberi kehidupan”. Katanya dengan raut wajah sumeh.
            Penduduk sekitar mengenal Grandong sebagai orang tua yang bisa dijadikan panutan. Bukan hanya anak remaja yang menghormatinya, namun orang tua lainnya pun juga sangat suka dengan kepribadiannya. “Ya saya sangat akrab dengan Grandong, dia adalah seorang ayah yang selalu bekerja keras untuk keluarganya, bahkan belum lama ini saya dibuat cengang oleh Grandong karena ia berhasil membelikan mobil baru untuk anak dan istrinya. Pokoknya Grandong itu sangat dihargai di desa mas,ujar pardi, petani teman grandong.
            Di era sekarang ini memang banyak persaingan dalam hal pertanian sangatlah ketat. Hal ini dikarenakan adanya fakor dari hasil pertanian  daerah lain, ditambah lagi pasokan impor dari Negara lain yang marak terjadi. Jika masalah ini benar-benar dirasakan para petani di desa pinggiran Klaten mereka tidak segan-segan untuk melakukan demo mogok bertananam. Namun hal demikian tidak pernah dilakukan oleh Grandong mengingat hasil bertani adalah satu-satunya nyawa bagi keluarganya, karena bekerja srabutan sangatlah bergantung pada orang lain. Bagi saya keluarga adalah hal paling berharga, terlebih lagi anak saya dua, yang satu membutuhkan biaya besar untuk kuliahnya, “yo rapopo mas dilakoni wae, rejeki uwes diatur Gusti Allah kok rasah di gawe mumet, sek penting ojo leli ngibadah,ujarnya dengan bahasa Jawa ngoko.
            Harapan Grandong, jika ada kebijakan dari pemeritah mengenai hasil tani lokal, ia sangat menginginkan hasil tani lokal diprioritaskan. Bukan seperti yang terjadi saat ini, di mana impor hasil tani dari negara lain seperti Kamboja, Vietnam dan India masih menjadi lirikan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan di Indonesia. Menurutnya, hasil pertanian di Indonesia sudah bagus dan malah aman untuk dikonsumsi karena tidak memakai obat yang berbahaya.(Andan Sidik Sadewo)


Ucik, Gadis Cantik Aktif Berorganisasi




            DARI sudut pintu masuk ruang perkuliahan, terlihat sosok gadis cantik yang sangat diidamkan siapapun. Memakai baju biru, rok hitam, dan berhijab seperti mahasiswa lainnya. Selalu tersenyum kepada siapapun yang dia kenal. Dia tidak pernah memandang teman dari sudut fisik, ekonomi, maupun prestasi. Sosoknya yang sangat enak akan berteman, membuat para kaum Adam dekat dengannya. Karena dia memiliki sifat yang baik, ramah, sopan, dan tidak sombong. Itulah Ucik Nurhidayati, mahasiswa Prodi PBSI UAD
Ketika masuk kuliah dia sudah aktif mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS). Anak tunggal dari Karmin dan Suparni, sejak masa sekolah ia senang berorganisasi. Kemampuannya banyak dalam hal berbicara sehingga dia banyak memiliki teman, dan dia senang melakukan hal-hal sosial.
Saat ini dia adalah mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD), jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ( PBSI ) semester 4. Karena dia ahli dalam hal berbicara, maka awal masuk kuliah tahun 2016, ia mendaftar menjadi anggota HMPS.
Di HMPS dia menjabat sebagai wakil ketua. Namun, dia tidak melepaskan kewajibannya sebagai mahasiswa yang harus mengikuti perkuliahan. Ketika ada jadwal padat dalam perkuliahan, dia selalu bisa membagi waktunya dalam rapat untuk proker ( semua pengurus) maupun rapat PH ( Pengurus Harian) dan BPH ( Badan Pengurus Harian ) dari pukul 18:30-23:00 WIB.
Semenjak dia mengikuti kegiatan organisasi, gadis dari Gunungkidul ini mendapatkan arti kehidupan yang sesungguhnya. Materi yang dipelajari di akademik tidak ditemukan pada HMPS. Dulunya sebelum mengikuti HMPS, dia adalah seorang gadis yang tidak bijaksana dalam bertindak, namun sekarang, ia menjadi orang yang bijaksana dalam menentukan suatu hal, mendapatkan banyak teman baru, dan mendapatkan pengalaman baru.
Salah satu keinginan yang belum tercapai adalah memberikan kado istimewa kepada orangtuanya, yaitu dengan kesuksesannya dalam bidang akademik. Motto hidupnya adalah tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini apabila kita berdoa dan berusaha.
Aktif dalam  HMPS) tidak membuat nilai akademiknya jeblog. Dari kesibukan mengatur waktu antara akademik dan HMPS belumlah bisa sempurna. Kadang kala harus meninggalkan waktu akademik demi HMPS. Namun, setelah menyelesaikan acara dalam HMPS, ia melanjutkan akademik. Sebab, HMPS berjalan lancar, akademik pun harus berjalan lancar sehingga lulus dalam tepat waktu. Kesuksesan akan dapat tercapai dengan rasa kesabaran dirinya. (Eka Apriyanti)

Bekerja untuk Keluarga Jadi Pilihannya




BERJUANG hanya untuk orangtua yang harus bahagia di masa tua, dan cinta yang akan mendampingiku selamanya. Itulah motivasi Adriyanto Saputro. Bekerja sebagai Satpam merupakan pekerjaan yang ditekuni saat ini. Di kampus Univeritas Ahmad Dahlan (UAD) yang megah di Ringroad Selatan Yogyakarta.
Di usianya yang telah memasuki 22 tahun, ia belum menikah.  Pria ini tetap memiliki semangat kerja yang tinggi. Saat bekerja tidak pernah sedikitpun keluhan yang ditampakkan. Hari-harinya selalu semangat dan senyuman yang mewarnai selalu ditunjukkan.
Adriyanto merupakan anak pasangan Sarindi dan Mami, yang lahir di Kulonprogo, 26 April 1996. Pria 22 tahun ini merupakan anak ke-5 dari 6 bersaudara dan sekarang masih tinggal di Kulonprogo bersama dengan orangtuanya. Dalam bekerja, pria ini memiliki tiga shif, shif pagi, siang, dan malam. Shif pagi dimulai pukul 07.00 sampai pukul 14.00. Shif siang dimulai pukul 14.00 sampai pukul 21.00. Dan shif malam dimulai pukul dari pukul 21.00 sampai pukul 07.00.
Saat ditanya suka-duka menjadi satpam, Adriyanto menjawab singkat “Ya begini lah, sudah jadi tugas dan kewajiban kami untuk terus menjaga kampus Universitas Ahmad Dahlan (UAD) .” . Baginya, mencintai pekerjaan adalah hal utama, demi keamanan dan kenyamanan lingkungan UAD.
Saat ditanya apakah ada kendala saat shif malam, ia menjawab, selama bekerja di sini belum ada kendala ataupun kesulitan. Aman-aman saja. Adriyanto merupakan anak yang sangat menyayangi keluarganya, dan bekerja untuk keluarga merupakan pilihannya. Saat bekerja, pria ini selalu semangat dan selalu terpancar senyum yang ramah di bibirnya.
Saat ditanya bagaimana proses awal sebelum bekerja menjadi satpam, dijelaskan, dulu dirinya mengikuti badan pelatihan Bimasena, 2 tahun yang lalu. Dan sekarang pria ini baru memasuki satu bulan bekerja, dan untuk gaji masih ada keterikatan dengan badan penyelenggara.
Satpam yang ramah dengan senyuman ini menegaskan, yang menjadi pemicu semangat dalam  bekerja adalah keluarga. Harapannya untuk UAD semoga semakin maju dan sukses, dan menjadi kampus yang terbaik. Sungguh harapan yang mulia. (Heni Winarsih)

Yuli Suswanti , Pendidik sekaligus Pebisnis Ulet

“Terus berusaha dan berdoa serta pintar membagi waktu” ITULAH prinsip yang dipegang teguh oleh Yuli Suswanti, seorang perem...